Melongo Gara-Gara PE CPO

Sunday, June 8, 2008      0 komentar

Akankah defisit neraca perdagangan berlangsung lama?

Badan Pusat Statistik mencatat angka penurunan ekspor yang cukup besar selama April 2008. Sebaliknya, angka impor meningkat tajam. Alhasil, neraca perdagangan Indonesia pun jadi negatif. Sampai kapan kondisi ini bertahan?

Kabar buruk tampaknya enggan beranjak dari dompet negara kita ini. Setelah menanggung beban subsidi bahan bakar minyak yang besar, ada hal lain yang bikin dompet kian bolong. Pekan ini, Badan Pusat Statistik (BPS) membeberkan data yang cukup pahit. Nilai ekspor Indonesia pada bulan April 2008 lalu, ternyata turun 7,78% dibandingkan dengan pencapaian bulan sebelumnya.

Selama bulan Maret 2008, pengusaha kita membukukan ekspor hanya US$ 10,97 miliar. Ironisnya, pada bulan yang sama Indonesia mengimpor barang senilai US$11,5 miliar.

Artinya: neraca perdagangan April 2008 negatif. Rapor buruk ini jelas merupakan tamparan yang keras buat pemerintahan SBY-JK. Sebab, biasanya neraca perdagangan kita positif, tapi kali ini kok jadi negatif.

Rustam Heriawan, Kepala BPS, mengatakan bahwa penurunan ekspor nonmigas yang cukup tajam itu disebabkan oleh anjloknya ekspor minyak kelapa sawit atau CPO. "Ekspor CPO turun 62,9% (1,13 juta ton) dibanding dengan bulan sebelumnya," ujar Rustam.

Lebih lanjut, Rustam menduga, pengusaha CPO enggan mengekspor karena ada kenaikan pajak ekspor CPO yang cukup besar. "Pada Maret itu pajak ekspor CPO masih 10%. Bulan April naik menjadi 20%," tutur dia.

Hal tersebut diamini oleh Susanto, Direktur Pemasaran Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki). "Bulan April memang banyak yang mengurangi ekspor karena enggan terkena pajak tinggi," kata dia.

Lebih lagi, Susanto bilang, harga CPO dunia juga turun cukup tajam April lalu. "Dari RM 4.300 per ton menjadi RM 3.300 seton," papar dia. Penurunan itu dipicu oleh isu kenaikan produksi minyak sayur dari kedelai.

Bukan Hanya Ekspor CPO yang Anjlok

Hanya, Susanto yakin kalau ekspor CPO selama Mei akan kembali normal. Pasalnya, pemerintah sudah menurunkan pajak ekspor menjadi 15%. Selain itu, "Kapasitas penyimpanan kami kan terbatas," kilah dia.

Tapi, sebetulnya bukan hanya CPO, ekspor barang lain ke negara utama seperti Amerika, Jepang dan Singapura juga turun. Pada hal, kontribusi ketiga negara itu, kata Rustam, mencapai 36,12%

Tengok saja pernyataan Ernovian G.Ismy, Sekretaris Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), "Dibanding dengan kuartal pertama tahun lalu, ekspor kami ke Amerika dan Singapura cenderung turun," kata dia. Hanya, dia bilang, penurunan itu tertutup permintaan yang meledak dari Timur Tengah dan Eropa.

Jika ekspor CPO kembali normal dan produsen lain menemukan pengganti pasar, akankah neraca perdagangan kita kembali positif? Rustam mengamini hal itu. "Semua ini jangan dianggap fenomena,"tukas dia.

Pasalnya, Rustam bilang, angka impor yang melonjak juga akibat sistem pendataan baru dari kawasan berikat. Selama ini, impor kawasan berikat tidak pernah dalam data BP3.

Ya, semoga saja neraca perdagangan kita kembali imbang.

0 komentar: